Produk Rekayasa Genetik
Awas! Produk Pangan Rekayasa Genetik Beredar di Pasaran
Kris Fathoni W - detikcom
20/07/2006 15:39 WIB
Jakarta - Hasil pengujian YLKI menunjukkan beberapa produk merek terkenal turunan kedelai, jagung dan kentang positif mengandung rekayasa genetik.
Terbukti dari 3 kali hasil pengujian YLKI pada Desember 2005 menunjukkan beberapa produk turunan kedelai, jagung dan kentang positif mengandung rekayasa genetik.
Produk itu adalah jenis produk keripik kentang dengan merek Master Potato, Pringleys, dan tepung jagung merk Honig Maizena.
Sedangkan hasil penelitian YLKI pada tahun 2002 menemukan ada 11 produk positif mengandung rekayasa genetik.
Antara lain Corn Flakes merk Corn Flakes Petales de Mais Carrefour, susu formula bayi merek Nutrilon Soya produsen PT Nutricia Indonesia Sejahtera, ada juga tahu, tempe, dan susu kedelai coklat.
"Walaupun belum ada dampak pasti terhadap manusia, tetapi penelitian terhadap 3 tikus yang tengah hamil di Rusia ternyata kedelai transgenik yang diberikan menghambat pertumbuhan janin dan menambah risiko kematian janin," kata Peneliti dari YLKI Ilyani S Andang.
Hal ini disampaikan dia dalam jumpa pers di kantor YLKI, Pancoran Barat VII, Jakarta Selatan, Kamis (20/7/2006).
Selain itu, lanjutnya, sapi di Jerman pun mati setelah mengonsumsi pakan transgenik.
"Kalau terhadap manusia mengalami reaksi alergi memang belum banyak. Sifatnya akumulatif, baru terlihat setelah lama di tubuh manusia seperti formalin," ujarnya.
Pemerintah saat ini tidak memiliki prosedur keamanan pangan untuk melindungi konsumen. Seharusnya, pemerintah dapat memberikan informasi yang jelas seperti label di kemasan produk bahwa produk itu mengandung bahan-bahan transgenik.
Tejo Wahyu Jatmiko dari Sekretariat Bersama Indonesia Berseru menambahkan, produk transgenik yang masuk ke Indonesia mayoritas berasal dari bantuan atau hutang dari AS. Padahal di AS produk itu dijadikan pakan ternak.
Sedangkan Giorgio Budi dari Lembaga Pengembangan Hukum Lingkungan Indonesia menilai peraturan pemerintah yakni PP 21/2005 tentang keamanan hayati produk rekayasa genetik tidak cukup kuat karena tidak mengatur sanksi dan ganti rugi.
"Pemerintah harus meninjau kembali peraturan itu. Kalau bisa dibuat UU," ujar Budi.(aan)
0 Comments:
Post a Comment
Subscribe to Post Comments [Atom]
<< Home